Mafia Tanah dan Sertifikat Bodong, Noch Sambouw Bongkar Fakta di Balik Penundaan Sidang.

MANADO, AngkatanMerdeka.com

Sidang perkara pidana 327/Pid.B/2025 terkait dugaan penyerobotan tanah di kebun Tumpengan Desa Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, kembali mengalami penundaan pada Senin ( 01/12/2025 ) di Pengadilan Negeri Manado. Perkara yang menyeret empat terdakwa ini kian menyita perhatian publik setelah muncul sejumlah kejanggalan dalam proses pembuktian.

Pengacara para terdakwa, Noch Sambouw, S.H., M.H., CMC, mengungkapkan bahwa penundaan sidang terjadi karena saksi ahli yang menyebut para terdakwa melakukan penyerobotan tidak hadir untuk memberikan keterangan di hadapan majelis hakim.

“Inilah penyebab sidang perkara nomor 327/Pid.B/2025 ditunda. Kami menunggu kehadiran saksi ahli dari pihak penyidik serta dua saksi korban, yakni Jimmy Wijaya dan Raisa Wijaya,” kami sangat mengharapkan, ujar Sambouw.

Ia menegaskan, KUHAP memberikan konsekuensi hukum kepada saksi yang tidak hadir meski telah dipanggil secara patut. Jika ketidakhadiran terus berlanjut, dapat timbul implikasi pidana terhadap saksi tersebut.

“Kami menunggu panggilan kedua. Fakta persidangan harus dibuka seterang-terangnya: apakah benar para terdakwa yang menyerobot, atau justru saksi korban yang melakukan penyerobotan,” tambahnya

Sertifikat Dinilai Tak Jelas, terbit Sejak 1995
Sambouw juga menyoroti proses penerbitan sertifikat tanah yang kini berubah status menjadi, HGB 3320/DSA, HGB 3036/DSA, HGB 3037/DSA.

 

Dokumen tersebut berasal dari sertifikat lama tahun 1995 atas nama Jan Mumu ( No. 66 ), Doni Mumu ( No. 67 ), dan Mija Mumu ( No. 68 ) yang kemudian dikonversi menjadi HGB.

Namun, kejanggalan mencolok muncul ketika dua pejabat dari kantor pertanahan Kepala Seksi Pendaftaran Tanah dan Kepala Seksi Survey dan Pemetaan diundang sebagai saksi ahli oleh Jaksa Penuntut Umum.

Dalam persidangan sebelumnya, mereka mengakui tidak mengetahui luas pasti maupun batas-batas tanah dari ketiga sertifikat tersebut. Lebih janggal lagi, saat memeriksa lokasi, alat ukur yang dibawa tidak digunakan sama sekali, dan mereka hanya mengandalkan litigation base tanpa verifikasi lapangan yang memadai.

“Mereka datang membawa alat ukur, namun tidak dipakai. Mereka tidak tahu batas tanah, tidak tahu luas tanah, dan tidak menyimpulkan apa pun,” tegas Sambouw.

Pertarungan Fakta yang Menentukan
kasus penyerobotan tanah ini diperkirakan akan menjadi salah satu persidangan paling krusial karena,
menyangkut keabsahan sertifikat yang diduga bermasalah.

Menghadirkan dugaan adanya mafia tanah dan sertifikat yang bermain sejak era 1990 an. Menyimpan potensi pergeseran posisi hukum, bergantung pada hadir atau tidaknya saksi korban dan saksi ahli.

Sambouw menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum, namun menuntut agar para saksi yang dianggap paling menentukan diwajibkan hadir untuk membuka fakta sebenarnya.

“Kami ingin keadilan yang terang benderang. Kita tunggu, siapa yang sebenarnya menyerobot: para terdakwa atau pihak lain yang bersembunyi di balik sertifikat,” tutupnya.

Sidang lanjutan akan digelar setelah pemanggilan kedua terhadap saksi korban dan saksi ahli. Publik kini menanti apakah tabir persoalan tanah ini akhirnya akan terbuka, atau justru memperlihatkan lapisan lain praktik mafia tanah yang selama ini sulit terungkap. (FH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *