Pantang Putus Asa.Wartawan Juga Pengusaha.

Oesodo Hadidjojosaputra,
JAKARTA, AngkatanMerdeka.Com–
Prof. Dr. Rahmanu Widayat, Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, Universitas Sebelas Maret, Solo, dalam pengantar novel biografi Meraih Asa Tanpa Putus Asa , menerangkan mengenal Oesodo melalui sastrawan Dr. Tito Setyo Budi, — yang tidak lain ponakan Oesodo. Tentu saja setelah membaca tuntas sebelum naik cetak.”Saya sudah menduga, buku ini bercerita sebuah perjuangan tanpa mengenal lelah, jauh dari putus asa. Karena asa (harapan) tak akan tercapai jika putus di tengah jalan”.
Menurut Rahmanu, biografi yang ditulis dengan gaya novel , mampu melambungkan khayalan, imajinasi pembacanya. Ada hal yang menyentuh hati, menimbulkan rasa iba, gregetan. Misalnya, sang tokoh yang terlempar ke pulau Sumatera tanpa kejelasan nasib. Kelakuan oknun aparatur negara yang demen menyunat duit rakyat kecil. Fenomena yang berlangsung hingga sekarang.
Buku yang mengisahkan Oesodo yang kalah perang, melahirkan sedikit kesedihan.Tokoh utamanya, tulis Rahmanu, Pak Oesodo harus menelan kepahitan akibat kalah dalam pertarungan Pilkada di kampung kelahirannya, Kabupater Ngawi, Jawa Timur. Jelas mengeruk dana yang tidak sedikit, perusahaan tergerus, dan membutuhkan waktu satu dasa warsa untuk bangkit kembali, Konon tidak bisa mencapai kesuksesan seperti sebelumnya.
Dari buku ini, saya bisa lebih mengenal sosok priyayi ini. Kisahnya disaji dalam sepuluh bagian dengan tambahan foto dalam kenangan. Isinya, antara lain: – Hutan bukan pilihan, -Paling miskin, -Sinder pertanian, sebuah asa, – Babak sejarah baru,- Kolaborasi Batak, -Menjadi wartawan Hr. Merdeka, -Naluri seni tak pernah mati, -Sekedar melongok kota dunia (Paris, Perancis),- Sudah jatuh tertimpa tangga, dan Simbok Ibu terbaik.
Penggalan kisah yang dapat saya kutip, semasa di SMP Santo Thomas, selalu melewati rumah sinder kehutanan (pimpinan unit Dinas Kehutanan). Yang menjadi perhatiannya, mobil Volks Wagen (VW) yang dipajang digarasi sinder. Maklum anak Dusun Bangun, Desa Bangunrejo Kidul, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Tak ubah, remaja umumnya, ingin menggapai satu saat memilikinya.
Maka berbekal hasil jual tanah orang tua dan kompromi dengan saudara-saudaranya, Oesodo melanjutkan pendidikan di Bogor, memilih Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA), ujung bakal jadi penyulu pertanian. Rupanya, tidak semulus yang dibayangkan. Beruntungnya ada teman sekelas di SPMA yang drop out anak pejabat Pekerjaan Umum (PU) di Lampung, Sumatera Selatan, mengajaknya kerja, berakhir dgn kuli pengaspal jalan.
Penggalan kisah lainnya, di Jakarta, tinggal ditempat suadara, meraih kerja serabutan jadi smokel (mengetuk karat) di Dok Kapal, sampai menawar kelambu dari rumah kerumah di kawasan Ancol hingga Gunung Sahari, yang paling penting ada kegiatan mengisi kekosongan. Berlanjut pada bagian berikut (vip)
